Saturday,
September 14, 2019
Hai,
mau cerita nih, tentang hal – hal yang dari dulu sampai sekarang tetap exist yaitu Bullying.
Apa
sih Bullying itu?
Menurut
Black dan Jackson (2007), bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif
yang di-dalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau
menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia,
kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial, serta dilakukan secara
berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain.
Well, ngomongin bullying
ini seperti aku berkaca. Dulu sekali ketika masih di bangku Sekolah Dasar, aku
pernah jadi pelaku bullying.
Kok
bisa?
Sadar
nggak sih, dulu kita selalu bergerombol dengan satu kelompok pertemanan,
kemudian apabila salah satu teman kita dari kelompok tersebut tidak suka dengan
seseorang, otomatis teman se-gengnya bakal ikutan musuhin orang itu. Padahal
mereka nggak ada urusan dengan orang tersebut. Hanya terpengaruh dengan
kata-kata seseorang yang kita anggap teman, itu menjadikan kita ikut berpikir
dengan cara yang sama. Padahal seharusnya, kalau ada temanmu punya masalah
dengan orang lain, ya biarlah itu menjadi masalahnya dengan orang tersebut.
Kamu nggak perlu ikutan membenci apalagi sampai ikutan merundung orang itu.
Karena kamu nggak ada sangkut pautnya.
Tapi
karena dulu, aku sadar mungkin pikiranku masih belum sampai ke arah sana, dan
tidak ada yang memberitahuku apa itu bullying,
bagaimana perilaku bullying, dan
bagaimana cara mencegah untuk tidak jadi pelaku ataupun korban bullying. Jadi pada masa itu, aku dengan
bodohnya gampang terpancing dengan omongan-omongan teman-temanku yang
sebenernya mereka nggak punya alasan yang spesifik untuk membenci orang lain.
Ah, atau aku harus bilang kalau kata membenci di sini adalah sebuah iri? Ya…
aku yakin pada waktu itu membenci seseorang adalah suatu ke-iri-an terhadap
yang lain.
Mungkin
kalian juga pernah jadi korban bullying?
atau malah jadi pelakunya?
Jadi
sekarang setiap adanya masalah tentang bullying,
aku selalu merenung dan menyesali perbuatanku dulu terhadap teman-temanku yang
mungkin pernah aku musuhin tanpa alasan yang jelas. Aku benar-benar minta maaf.
Tapi ketika kelas 6, dan acara kelulusan, sebenernya kita udah saling maaf-maaf
an. Dan Alhamdulillah, hal itu tidak pernah terulang kembali dalam kehidupanku.
Ya, kita berpisah secara baik-baik, dan aku lega.
Karena
tidak suka bermusuhan lama-lama dengan seseorang, dan tidak suka sebuah ketidak
jelasan. Jadi aku pasti beberapa hari kemudian bakal confirm ke orang yang aku musuhin itu, sebenenya masalah apa yang
terjadi sampai teman se-geng ku itu musuhin dia. (Dulu kan geng-geng an fren,
berkelompok gitu loh, kamu cocoknya maen sama siapa ya itu yang jadi temanmu
terus. Gitu. Wkwkwk). Dan pas dia cerita, eh aku jadi balik sebel ke temen se
geng ku. Gini loh karena udah tau dari dua perspektif, jadi tau masalahnya itu
apa. Wah aku baru sadar kalo dari dulu aku orangnya objektif banget LOL.
Akhirnya ya habis temen se geng ku itu aku sidang (ciyeileh bahasanya),
akhirnya dia juga nyadar diri, bahwa kebenciannya itu nggak penting. Dan
akhirnya temenan deh kita semuaaaa. Yeeeee…
Satu
hal yang aku syukuri adalah bullying
yang aku lakukan dulu sekedar bergunjing di belakang, dan tidak menemani nya
selama beberapa hari saja (ya karena aku males kalo harus punya musuh gitu lo,
kayak nggak penting banget ngapain musuhin orang segala. Makanya habis beberapa
hari pasti ya bakal ngomong ke orang yang bersangkutan. Anjir kalo keinget jadi
pengen bego-begoin diri sendiri). Tanpa melibatkan kata-kata verbal yang sampai
menyakiti psikis orang tersebut, ataupun sampai ke arah menyakiti secara fisik.
Kalau sampai aku melakukan salah satu dari keduanya, aku yakin sampai sekarang
pasti rasanya sulit untuk memaafkan diriku sendiri.
Untungnya,
semakin banyak aku belajar dan semakin banyak aku membaca, aku bisa melihat
dari berbagai perspektif.
Dan
sebenernya hal di atas adalah prolog sebelum kita masuk ke inti WKWKWK. Monmaap
kepanjangan. Soalnya sekalian sebagai pengakuan dosa biar nggak ngeganjel.
Biasanya
nih aku cuma baca-baca berita tentang pem-bully-an
tuh kalau nggak di portal berita, ya di medsos. Kan biasanya kalo sampai udah
masuk berita dan viral itu tuh bener-bener
bullying yang udah parah banget. Jadi
suka kesel sendiri bacanya. Trus tiba-tiba kemarin dapat kabar dari sodara
sendiri, bahwa dia habis jadi korban pem-bully-an.
Bukan hanya verbal saja, tapi udah sampai ke fisik.
Begini
kronologi-nya.
________________________________________________________________
Pada Selasa,
3 September 2019, pkl. 22.13 WIB. Sepupu perempuan ku -sebut saja dia Melati-
menerima sebuah pesan di WA nya dari nomor tak dikenal. Aku akan cantumkan screenshoot nya di sini.
Jujur
sekali, aku jijik melihat balasan orang nggak jelas ini –kita sebut saja dia
sebagai Saepul-. Dan kalian lihat sendiri bagaimana respon Melati terhadap si
Saepul kan?
Kalau
seandainya aku yang jadi Melati, dari mulai Saepul mengirim chat keduanya,
“Tiadakah
kesan atas salam saya untukmu?”
langsung
ku bales,
“Ente
bukan Fiersa Besari jadi nggak usah sok puitis, nggak cocok, jijik gue.”
Kemudian Block.
Sok-sok
an mau jadi orang yang puitis tapi malah jatohnya cringe. Ah jadi pengen banting hape orang.
Nah,
setelah Saepul mengirim selfie nya,
Melati tau orang itu adalah sang mantan yang sudah putus dan tidak pernah kontakan lagi sejak 3 tahun lalu.
Aku mau
kasih info dulu, Melati ini maba di Kampus yang ada di kota ******. Angkatan
2019. Dia kost. Rumah Keluarga Melati berada di kota tetangga.
Berarti
ketika Melati dan Saepul ini menjalin kasih, pada saat itu Melati masih menjadi
siswi Sekolah Menengah Pertama. Sebelum kalian nge-judge atau mungkin punya pikiran, “Lah masih SMP aja udah pacaran,
pantes aja. Dasar anak jaman sekarang”. Aku beri tahu, dulu waktu jaman ku SMP,
pertengahan tahun 2006 itu aku kelas 7, kakak-kakak kelas ku banyak sekali yang
pacaran, even temen-temen
seangkatanku pas kelas 8 atau kelas 9 pun banyak juga yang pacaran. Jadi please, ini nggak ada bedanya antara
anak jaman sekarang atau anak yang lahir tahun 90-an.
Setelah
Melati tahu bahwa orang itu adalah Saepul, dia sempat membalas hanya untuk
memberitahu bahwa mereka berdua sudah tidak perlu berhubungan apapun kembali, dan
Melati juga sudah memaafkan kesalahan Saepul pada jaman dulu (entah kesalahan
apa ya bukan urusanku).
Keesokan
harinya, yaitu Rabu, 4 September 2019. Sehabis Melati selesai kelas, ketika dia
akan memasuki lift, tiba-tiba dia diseret oleh seorang perempuan yang memakai
masker (bukan masker untuk skincare
lho WKWKWK). Melati sudah meronta-ronta, tetapi mungkin karena Melati tubuhnya
kurus kerempeng, jadi kekuatannya tidak sebanding dengan perempuan yang
menyeretnya (serius ini tidak ada adegan yang aku tambah-tambahi untuk
mendramatisir).
Melati
diseret ke ruangan yang diperuntukkan untuk sidang skripsi. Apakah Melati
sebagai maba akan disidang skripsi? Tentu saja tidak semudah itu marimar, dia
masih belum tahu bagaimana susahnya menyusun skripsi dari bab 1 sampai bab 5.
Apalagi pengajuan judul yang ahhh sudahlah.
Lanjut.
Ternyata
memang Melati akan di sidang, tapi bukan sidang skripsi, melainkan sidang pem-bully-an. Di ruangan ini, sudah ada
laki-laki yang menunggu, dan dia adalah Saepul. Pelaku yang menyeret Melati
tadi yang tak lain dan tak bukan merupakan kekasih dari Saepul, sebut saja dia Paijah.
Mereka berdua ini merupakan kakak tingkat Melati di Kampus tersebut. Saepul dan
Paijah merupakan mahasiswa semester 7, yang berarti angkatan 2016. Fyi, Paijah ini merupakan anak dari
dosen di Kampus tersebut. Mungkin itu yang membuat Paijah berani berlaku
semena-mena.
Kenapa
Paijah tiba-tiba menyerang Melati?
Karena
ternyata Saepul sudah memfitnah Melati pemirsa, Saepul bilang ke Paijah, bahwa
Melati berusaha menggodanya, alias ganjen. Tentu saja itu yang membuat Paijah
murka pada Melati. Dan Paijah tidak mau mendengarkan penjelasan dari Melati,
langsung saja dia menyerang Melati dengan brutal, menampar, mencakar, bahkan hidung
Melati juga ikut terkena sasaran jotos dari Paijah. Melati sudah meronta-ronta
dari si rubah betina, tetapi itu tidak membantu banyak. Tangan Melati diinjak
oleh Paijah, kemudian Paijah langsung merebut hapenya si Melati.
Dan
kalian pasti bertanya-tanya apa yang dilakukan oleh Saipul. Ya, Saepul hanya
diam saja menyaksikan sang kekasih memukuli sang mantan. Dan yang bikin aku ingin
memaki adalah, Paijah menyuruh si Saepul ini untuk memukul Melati, ditamparlah
Melati walaupun dengan hanya tepukan di pipi, tapi Melati langsung murka dan
bilang “Ayahku aja nggak pernah mukul aku, kok kamu yang bukan siapa-siapa
berani mukul.” Dari situ si rubah betina murka, dan tetap memaksa si Saepul
untuk menampar Melati lagi. Tapi Melati tidak sebodoh itu, dia membela diri,
dan tidak pasrah ketika penyerangan. Dan masih aja si Jaenab ini, eh salah,
maksutnya si Paijah ini nggak terima. Dia tanya ke Saepul, mau pilih dirinya
atau Melati. Saepul jawab, pilih Paijah (Man, ini sinetron banget sih serius,
aku eneg Ya Allah, ingin banting laptop tetangga)
Ya Melati
merasa nggak terima lah kalau dia diikutkan jadi bahan pilihan. Melati bilang,
“Mbak, aku nggak mau sama Saepul, dan aku udah dari dulu nggak pengen
berhubungan lagi sama dia. Jadi nggak perlu melibatkan aku. Aku kan juga udah
bilang punya bukti chat nya si Saepul, dan aku udah tegasin ke dia juga kalau
anggep aja kita nggak pernah kenal.” Diemlah mereka bertiga, selama 15 menit,
kagak tau deh yang dipikirin Saepul dan Paijah itu apa, kayaknya mereka udah
nggak ada argumen lagi buat menekan si Melati. Melati menunggu hapenya
dikembalikan, makanya kenapa dia juga masih diem di sana. Langsung si rubah
betina meminta Melati untuk minta maaf ke dia (ini bangkai bgt sih, yang salah
siapa, yang nyerang siapa, yang disuruh minta maaf siapa. Wah sakit jiwa emang
nih si ijah). Akhirnya dengan perasaan dongkol, dan dengan tidak ikhlas Melati
meminta maaf walaupun dia tidak salah apa-apa, kemudian hapenya diberikan, dan
Melati pergi dengan perasaan dan harga diri yang sudah terinjak.
Sayang
sekali Melati tidak berani berteriak pada waktu itu, padahal di luar ruangan
tersebut sangat ramai. Jangan kalian bodohkan si Melati, dia punya alasan untuk
tidak melakukan itu. Melati tidak mau hanya gara-gara masalah laki-laki, semua
jadi ramai. Melati malu. Apalagi kalau sampai keluarganya tahu masalah ini. Dia
tidak ingin mempermalukan keluarganya hanya gara-gara masalah yang ah sudahlah.
Padahal Melati tidak bersalah, dia sama sekali tidak berhubungan dengan Saepul
semenjak mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan. Sampai pada saat kemarin
Saepul yang tiba-tiba saja menghubungi si Melati duluan.
Di dalam
ruangan tersebut juga tidak ada CCTV, jadi tidak ada yang merekam kejadian. Satu-satu
nya bukti yang dipunyai Melati adalah chat dari Saepul dan foto-foto luka di
tangan. Melati tidak sebodoh itu pemirsa, dia sudah meng-capture bukti chat yang dikirim oleh Saepul. Kalian bisa lihat screenshoot-an di atas.
Melati tadi sempat bilang kan kalau dia punya bukti chat nya
Saepul, dan tau apa yang dilakukan Saepul?
Yaaaapppp.
Dia pengecut pemirsaaaa. Memang ya udah jiwa-jiwa bencong ya gini. Ingin sekali
aku melemparkannya ke Lubang Buaya.
Walaupun
Melati tidak sempat meng-capture semuanya,
tapi capture an yang paling atas tadi
sudah bisa dibuat sebagai bukti. Dan kalian bisa lihat juga pada screenshoot an di atas ini, Saepul
sempat meminta untuk vidcall, tapi diabaikan oleh Melati. Lihat juga respon
Melati, dia sudah minta si Saepul untuk tidak perlu repot-repot menghubungi dia
lagi. Dengan sopan loh, itu nggak ada nyolot-nyolotnya sama sekali. Si Melati
mintanya baik-baik.
Mungkin
Saipul merasa tidak terima ketika chat nya diabaikan dan Melati bersikap cuek
kepadanya, makanya Saepul dengan otak udangnya mengarang cerita kepada Paijah, dan
terjadilah penyerangan pada hari itu.
Setelah
penyerangan, entah pada waktu itu Melati masih ada kelas atau tidak aku kurang
tahu. Tetapi pada saat Melati sudah di indekos, dia menangis, dan sudah tidak
tahan memendam semuanya. Selain batinnya yang terluka, fisiknya pun sama.
Seperti ini foto lukanya.
Di foto-foto itu tidak terlalu jelas lukanya, tapi pada saat aku lihat di hape,
itu ada bekas cengkraman kuku gitu, dan kulitnya sampe terkelupas kecil-kecil
gitu loh, kalian paham kan kalo kulit kalian kena kuku yang di tekan atau di
cakar gitu. Ya kayak gitu deh lukanya, itu sempet ada yang sampe berdarah. Dan
yang hidungnya sempat dijotos itu bengkak sampai beberapa hari (ini nggak ada
fotonya, biar nggak ke expose mukanya.
Setelah
capek nangis, Melati akhirnya menghubungi kakaknya, cewek –sebut saja Mawar. Melati
tidak mau menghubungi orang tuanya langsung, dia malu kalau harus menceritakan
permasalahannya. Malu karena hanya masalah laki-laki saja bisa sampai seperti
ini. Melati cerita apa yang sudah dia alami, dan otomatis marah lah si Mawar
ini. Mawar tidak terima, dan akhirnya Mawar lah yang menceritakan semua ke
ayahnya.
Langsung
ayahnya Mawar dan Melati semuanya indah ini marah, bisa-bisanya anaknya
dipukuli, bayangkan seorang ayah yang mendengar putrinya dipukuli oleh orang
asing, padahal putrinya tidak bersalah apa-apa. Langsung meluncurlah orang
tuanya Melati –beserta Mawar dan suaminya- ke Kota ******. Sebelumnya kita
panggil saja kakak ipar nya Melati ini dengan sebutan Mas Alah.
Sampailah
di Kota ******, kemudian Mas Alah meminta Nomor WA nya Saepul pada Melati,
kemudian dihubungilah si Saepul. Mas Alah bilang pada Saepul bahwa mereka minta
ketemuan di sebelah Polsek ******. Setelah ditunggu, Saepul pun datang, tapi
ternyata dia tidak sendiri, si Paijah juga ikut. Langsung dimarahilah mereka
berdua oleh si Ayah Melati, beliau bilang ingin dipertemukan dengan orang tua
si Paijah, tetapi awalnya Paijah menolak, jadilah ayah Melati bilang, kalau
tidak mau, ya sekalian saja masuk ke Polsek. Akhirnya seperti orang cupu
lainnya, Paijah mau mempertemukan dengan orang tuanya.
Setelah
sampai di rumah paijah sekitar jam 5 sore, hanya Ayah Melati dan Mas Alah saja
yang masuk. Mawar Melati semuanya indah dan ibunya menunggu di mobil. Saepul
dan Paijah masuk, kemudian mengalirlah cerita itu, dan semua kronologinya,
beserta menunjukkan luka-luka yang sudah di didapatkan oleh Melati, dan bukti
chat dari Saepul. Langsung lah ayahnya Paijah yang notabene nya merupakan dosen
Kampusnya Melati memarahi habis-habisan si Paijah dan Saepul. Durasi waktu di
rumah Paijah ini selama 2 jam. Ketika akan pulang, ibunya Paijah ikut mengantar
ke mobil dam menangis-nangis sambil memeluk dan mencium Melati karena merasa
bersalah kepadanya.
Bagaimana
dengan Saepul?
Ayah dari
Saepul sudah dihubungi juga oleh Mas Alah, dan rumah Saepul ini hanya berbeda
desa dengan rumahnya Melati. Ayahnya Melati –yang notabene nya adalah Ustadz
kondang yang biasanya juga sering mengisi ceramah islam di mana-mana. Pernah
diundang pula untuk mengisi pengajian di Pondok pesantren di daeranya Saepul,
dan otomatis orang tuanya Saepul tahu. Orang tua dari Saepul pun juga sudah
pergi ke rumah Melati untuk meminta maaf.
Fyi,
Melati punya paman –sebut saja Om Pong. Rumah Om Pong ini sebelahan dengan
rumahnya Melati, dan Om Pong merupakan adik kandung dari ayahnya Melati. Beliau
yang pertama kali diberi tahu tentang kasus ini oleh ayahnya Melati. Lalu apa
hubungannya dengan Om Pong?
Om Pong merupakan teman dari Rektor Kampus-nya Melati. Dosen-dosen yang
mengajar di Kampus tersebut sebagian besar adalah teman dari Om Pong, dan yang paling
sakit, ternyata ibunya Paijah dulu ketika kuliah merupakan adik tingkat dari Om
Pong. Om Pong adalah salah satu Koentji.
Om Pong sendiri dari awal sudah menginginkan kasus ini untuk dibawa ke jalur hukum. Beliau juga sudah menghubungi pihak kampus untuk membicarakan perihal masalah ini. Tapi apa tanggapan dari sana? Yap, Kami tidak diperbolehkan untuk melapor ke polisi. Alasannya ya lebih baik diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu.
Tetapi setelah dilakukannya diskusi dengan pihak keluarga kedua pelaku, Kampus sampai saat ini masih belum memberikan tanggapan lebih lanjut. Jadi untuk
sanksi yang akan diterima oleh Paijah dan Saepul belum ditetapkan.
Sampai saat tulisan inipun sudah dipublikasikan, Melati masih belum mendapatkan panggilan dari pihak Kampus untuk
kelanjutan kasus ini.
______________________________________________________________________________
Menurut
opiniku ya, kalau aku yang jadi Melati, aku akan kasih 2 pilihan pada pihak
Kampus. Masuk ranah hukum atau mereka berdua di Drop Out. Kalian kan sudah tahu, di setiap Kampus yang punya
masalah atau kasus yang menyangkut mahasiswa, staff ataupun dosen-dosennya,
pasti meminta untuk diselesaikan secara kekeluargaan (terutama kalau kasusnya tentang kekerasan fisik dan kekerasan seksual, intinya yang nggak sampai menyebabkan kematian).
Contoh
nih, kasus pelecehan seksual di UGM yang sampai viral itu, aku ngikutin dari awal sampai akhir lho. Dan baca dari
semua perspektif. Akhir dari kasusnya gimana? Yak betoolll… diselesaikan secara
kekeluargaan. Yang paling bikin kesel apa? Rektornya pun ikutan menyalahkan si
korban, waw sekali ya Pak Rektor.
Kenapa
kok Kampus mendesak untuk diselesaikan secara kekeluargaan?
Ya
karena mereka nggak mau nama baik Kampus jadi tercoreng, kalau tercoreng bisa
mempengaruhi akreditasi, kalau akreditasi turun otomatis mempengaruhi
kredibilitas lulusan, kalau mempengaruhi kredibilitas itu bisa berpengaruh
dalam mencari kerja. KATANYA.
Tapi
ada juga Kampus yang memang memberikan sanksi yang sesuai, seperti UII
Yogyakarta, yang tahun 2017 kalau nggak salah, ada kasus kekerasan yang sampai
menewaskan 3 korban ketika ikut kegiatan Mapala. Pelaku yang merupakan panitia
kegiatan tersebut diberikan sanksi apa? Bui tentu saja. Bapak Rektor UII pun
mengikuti proses penyelidikan dan tidak ada unsur sama sekali membela, malah
beliau memberikan keterangan yang memberatkan tersangka, padahal jelas kegiatan
tersebut merupakan kegiatan resmi di Kampus. Nggak perlu lah takut nama kampus
tercoreng, toh yang salah orangnya, bukan Kampusnya. Kalau cara penanganan
suatu kasus itu adil dan sesuai, pasti dampak baiknya juga bakal balik ke
Kampusnya kan.
Kenapa
Kampus lainnya tidak ada yang ingin mencontoh UII? Bahkan sekelas UGM pun
sangat lamban sekali dalam penanganan. Aku yakin kalau kasus pelecehan seksual
tersebut tidak viral, UGM akan lepas
tangan. Aku tidak menyalahkan Kampusnya, aku menyalahkan cara pihak Kampus yang
terkesan tidak peduli terhadap korban.
Begitupun
dengan Kampus si Melati ini, bernegosiasi untuk diselesaikan secara kekeluargan
alasannya juga karena masalah akreditasi. Ah, basi.
Fyi, si Paijah ini pernah menjadi santri selama 6 tahun. Mereka pas ngelakuin kayak gitu
tuh emang sumbu pendek banget ya, nggak mikir panjang gimana seandainya
keluarganya tahu, gimana seandainya temen-temennya tahu, gimana seandainya
saudara-saudaranya tahu. Apa nggak mikir bakal malu-maluin mereka semua. Udah
di didik dari kecil biar jadi anak yang berguna, malah jadi kayak orang yang
nggak berpendidikan hanya karena masalah
percintaan.
Damn, inilah kenapa aku
sangat menghindari hal-hal seperti pacaran, karena aku malas dengan semua
dramanya.
Pelajarannya,
siapapun kamu, dimanapun kamu dibesarkan, seperti apa latar belakangmu, selama
bukan dirimu sendiri yang berkeinginan untuk berubah, ya kamu nggak akan
kemana-mana. Stuck.
Sorry ya semuanya aku sensor dan pakai nama samaran untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, yang mungkin bisa berakibat
merugikan keluarga besarku juga.
Yang
jelas kemarin-kemarin waktu aku pertama kali mendengar cerita ini, aku hampir
kalap dengan cara mau nyebarin ke Medsos semua identitas dan foto-foto sang
pelaku. Man, I have their social media, I
know their faces, tinggal share aja
udah BOOM, biar netizen yang
bertindak. Tapi setelah aku berpikir panjang, apa bedanya nanti aku dengan
mereka berdua?
Kemarin
sempat tanya pada Melati tentang orang tuanya si Paijah ini gimana dengan
sanksi yang akan diberikan pada anaknya. Dan keputusan orang tuanya Paijah
adalah, mereka bersedia jika ini diselesaikan melalui jalur hukum, agar Paijah
bisa jera katanya. Mannnnn, aku malah kasihan banget ke orang tuanya si Paijah
ini. She have a good parent, tapi
kenapa kelakuan dia kayak 💩
Fyi, ayahnya Melati nggak cerita ke keluarga besar kita,
karena beliau mungkin sungkan dan nggak mau ngerepotin. Tapi kalau udah masalah
kayak gini kan bukan main-main lagi, keenakan dong ntar pelaku-pelaku kekerasan
bisa ngelunjak kalau tidak ada tindak lanjut yang jelas.
Tapi
kemarin aku dikabarin sama sepupuku yang lain, dia bilang kalau orang tuanya which is tante sama om ku udah tau juga
masalah ini. Dan om ku ini –sebut saja Om Bre, dia bekerja sebagai aparat
kepolisian di pulau tetangga.
Terusss,
hari ini aku dapat kabar dari Melati, dia tadi di telpon ibunya kalau
keluarganya Melati mau ke Kota ****** lagi buat jenguk Melati untuk nyelesaiin
masalah (karena sampai hari ini pihak kampus belum memberikan info apapun
terkait kelanjutan kasus ini). Pas Melati ketemu keluarganya, dia kaget
ternyata ada Om Bre dan temannya. Dan jengjengggg mereka mau ke Polres ****** untuk
ngurusin kasus ini. WKWKWKWKWKWK GOKILLLLLLLL.
Sekarang
semua terserah pihak keluarga Melati dan Melati nya sendiri mau bagaimana, aku
di sini sebagai saudara hanya bisa mendukung apapun keputusan yang akan mereka
buat. Ini adalah sebuah pelajaran dan ujian untuk Melati dan keluarganya. Allah
sayang sama mereka.
Hope you get well soon, sister. We’re
(all your bros and sis) always on your back. Cheers~
Ahhhh…
Untuk Paijah dan Saepul, sayang sekali, kalian berurusan dengan orang yang salah 😊